Laman

Rabu, 20 Januari 2016

Kisah Cinta Yani (dan rambutnya)

Biasanya sehabis gue nulis postingan di blog, gue langsung nyebarin link blog gue lewat pesan siaran di “BlackBerry Messanger”, dan kemaren saat gue broadcast postingan dengan judul “Belajar dari rasa sakit”, seorang teman sekelas gue, Ahmad Yani dia ngerespon pesan gue dan kasih masukan atas blog ini, dia bilang kalau gue harus lebih banyak menuliskan cerita tentang kehidupan gue di pesantren, gue terima masukannya, dan masukkannya memang ada benarnya, blog ini udah jarang gue isi dengan cerita-cerita kehidupan gue di pesantren, yang ada malah berisikan kegalauan-kegalauan gue, hal itu terjadi karena kegelisahan gue terhadap asmara lebih dominan ketimbang kegelisahan-kegelisahan gue tentang apa yang terjadi di pesantren, lagian gue enggak menemukan hal menarik di pesantren yang bisa gue tuliskan, sampai pada hari sabtu kemarin, saat jam pelajaran ketiga dan kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Seorang temen gue lari dengan cepat dari luar kelas menuju ke dalam kelas, lalu dia duduk sebentar dan ngasih kabar kalau ada Ustadz yang biasa ngerazia rambut para santri bakal datang ke kelas. Kabar yang berawal dari barisan belakang itu menyebar dengan cepat ke barisan depan, dan satu kelas mendadak penuh dengan keresahan temen-temen gue yang pingin pada kabur menghindari razia rambut itu, tapi gue enggak ! Bukan karena rambut gue rapi, indah dan berseri, BUKAN ! Bukan karena gue mau menghadapinya dengan lapang dada, juga BUKAN ! Gue udah biasa ! Seumur hidup gue sekolah di pesantren, gue selalu kena razia rambut, jadi gue nyantai aja.

Beda halnya dengan gue yang nyantai dengan razia rambut, temen gue yang bawa kabar tadi kabur, saat dia kabur, Ustadz yang mendampingi Ustadz yang biasa ngerazia rambut para santri ini ngejar dia, enggak lama kemudian Yani juga ikut-ikutan kabur, Yani kabur ke WC, pas di WC emang sial dianya, malah ketemu sama Ustadz yang tadi ngejar temen gue yang kabur duluan.

“Kemana lo ?,” Bentak Ustadz

“Ke WC, Ustadz,” Sahut Yani pelan

“Alesan ! Balik ke kelas !,” Ustadz yang satu ini emang terkenal galak, jangankan ngebentak, kalau beliau lewat aja santri biasanya langsung pada kabur.

Yani balik ke kelas sambil ditoyor-toyor Ustadz yang disertai dengan marahnya beliau, sampai di kelas apesnya Yani belum kelar, kepalanya dipukul Ustadz tadi, terus rambutnya dipotong secara brutal karena mencoba kabur.

Sebenarnya gue heran, si Yani ini kenapa nyoba kabur, pacar juga enggak punya, rambutnya botak kek, klimis kek, kagak karuan habis dipotong Ustadz kek, kan enggak ngaruh ya’, tampil keren juga bukan buat siapa-siapa, tampil enggak karuan juga enggak mempengaruhi siapa-siapa, pacar enggak punya gitu.

Awalnya gue ngira Yani enggak punya pacar gara-gara dia homo, ternyata dia enggak homo, tapi mantannya yang homo (Lah ?), enggak ! Gue becanda, Yani normal kok. Ya’ gue ngiranya dia enggak mau pacaran gara-gara mau fokus sekolah, tapi ternyata enggak ! Dia trauma, gara-gara dulu pacarnya sering mendapatkan gosip-gosip kurang menyenangkan dari teman-temannya yang mengatakan kalau Yani ini suka godain cewek, padahal bagus ya kalau dia godain cewek daripada godain bencong. Ceweknya kemakan gosip-gosip murahan dari teman-temannya, gue enggak tahu deh orang yang kemakan gosip itu e’eknya keluar apa. Yani pun putus dengan ceweknya. Beberapa waktu kemudian, si cewek menyadari kalau gosip-gosip tentang Yani itu sepenuhnya salah, cewek itu menyesal karena sudah meninggalkan Yani, tapi apa daya, nasi sudah menjadi dadar gulung, Yani tak menghiraukan bujuk rayu wanita yang sudah membuatnya jera dalam bercinta, sebenarnya enggak jera sih, dia belum ketemu yang cocok aja. Sebenarnya di kasus Yani ini bukan salah ceweknya, cewek percaya sama temannya wajar aja menurut gue, dan temen-temen ceweknya ini juga enggak salah karena mengkhawatirkan temannya biar enggak terluka, tapi yang lebih enggak bersalah adalah Yani, dia cuman jadi korban dari ketidak percayaan ceweknya, dan suara-suara sumbang dari teman-teman pacarnya.

Yani ya’, nyuruh gue nulis cerita-cerita yang ada di pesantren, enggak cuman sekedar nyuruh, tapi juga terlibat menjadi bagian cerita yang gue tulis.

Ustadz yang biasa ngerazia rambut santri memulai dari barisan paling kanan depan, gue rada deg-degan, tapi tetap nyantai, gue duduk di tengah barisan kedua. Satu persatu rambut teman gue sudah mulai enggak jelas bentuknya, gue bisa lihat ekspresi-ekspresi kecewa di wajah temen-temen gue. Ustadz pun sampai ke tempat duduk gue, gue disuruh lepas peci, rambut gue dielus-elus, dan betapa ajaibnya, entah karomah apa yang gue dapatkan saat itu, RAMBUT GUE ENGGAK DIPOTONG ! Rasanya kayak ada malaikat yang memainkan biola di samping gue, mengalunkan lagu yang merdu dari surga, menyalakan api asmara yang dahulu pernah membara (jadi kayak lagu ya ?). Saat itu gue senengnya bukan main, setelah berkali-kali menjadi korban razia rambut, tapi hari itu rambut gue hanya dielus-elus oleh Ustadz, dan lebih bahagia lagi di saat temen-temen yang biasa ngejekin gue kalau kena razia rambut, gue bisa menertawakan mereka dengan riang gembira dan kebahagian yang tulus terpancar dari hati gue yang penuh dengan luka ini.


Ini adalah Foto Ahmad Yani sebelum rambutnya kena potong, percayalah dia masih gantengan gue !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar